Minggu, 21 Oktober 2007

Memaknai ramadhan dan idul fitri di Belanda

Islam di Belanda
Komunitas Muslim di negara Belanda menunjukkan peningkatan signifikan dari tahun ke tahun, dengan sekitar 6% dari total penduduk Belanda merupakan warga muslim (www.minbuza.nl akses 14 Okt 07). Dengan dominasi Turki, Maroko, disusul dengan Indonesia (baik yang berstatus pelajar, tugas diplomatik, maupun yang telah menjadi warga negara Belanda karena telah bermukim lama atau menikah dengan warga negara Belanda), peningkatan jumlah warga muslim di Belanda juga dipengaruhi oleh banyaknya mualaf dari warga asli Belanda sendiri. Bahkan seringkali dijumpai, para mualaf ini lebih baik dalam menjalankan syariat Islam atau “lebih Islami” dari muslim yang menyandang muslim sejak lahir.
Fenomena ini ditandai dengan berbagai perkembangan yang cukup menggembirakan. Di kalangan akademis, Leiden University telah mempelopori penyediaan menu halal di kantin universitas untuk mengakomodasi jumlah mahasiswa muslim yang semakin banyak. Hal ini tampaknya akan diikuti oleh sejumlah universitas lain di Belanda, termasuk usulan serupa yang sedang dibahas di Rijk Universiteit of Groningen (RUG).
Pelaksanaan sholat idul fitri di masjid Al Hikmah, Den Haag pada tanggal 12 Oktober 2007,yang harus dilaksanakan 2 kali(2 kloter) karena keterbatasan tempat di masjid dan membudaknya jamaah ied, memberikan gambaran tersendiri akan komunitas muslim yang semakin bertambah.
Ketertarikan warga Belanda terhadap Islam juga ditunjukkan dengan diskusi baik yang bersifat formal maupun informal, pemahaman mereka akan kewajiban dalam Islam, dan penghormatan mereka terhadap syariat Islam.
Dengan 73% penduduk terkoneksi dengan internet, informasi dan pengajian secara online menjadi satu keniscayaan dan telah banyak dilakukan di kota-kota di Belanda. Bahkan di Groningen, terdapat radio Minara yang merelay siaran radio Indonesia yang bermuatan Islami.

Ramadhan dan Idul Fitri
Menjalani ramadhan di negara yang mayoritas penduduknya bukan muslim juga bukan hal yang mudah. Di luar ramadhan, dari awal komunitas muslim harus membiasakan diri sholat di tempat seadanya karena keterbatasan jumlah masjid dan tempat sholat di ruang umum. Kumandang adzan juga tidak diperbolehkan karena dinilai mengganggu ketentraman umum. Kalau di tanah air, yang tidak berpuasa menghormati yang berpuasa dengan tidak makan atau minum di sembarang tempat, di Belanda justru sebaliknya. Ramadhan menjadi semakin berkualitas dengan banyaknya ”godaan” saat berpuasa, lalu lalang orang dengan makanan dan minuman di sepanjang hari, tidak ada pula ‘’kesibukan” persiapan kolak atau ta’jil.
Menjelang Idul Fitri, kewajiban zakat fitrah bervariasi besarnya (antara 5-8 Euro, tergantung besarnya biaya hidup di masing-masing kota di Belanda). Karena agak susah untuk mencari mustahiq (orang yang patut diberikan zakat) di negara kaya seperti Belanda, zakat fitrah biasanya disalurkan ke Indonesia.
Saat Idul Fitri juga menjadi momen istimewa. Di saat takbir hanya bisa dikumandangkan dari winamp laptop di kamar. Bahkan banyak mahasiswa yang terpaksa tidak bisa menjalankan sholat ied karena harus mengikuti kuliah bahkan ujian pada saat yang bersamaan. Sehingga muncul wacana di banyak universitas di Belanda untuk meminta dispensasi hari idul fitri sebagai hari libur. Sedikit permasalahan muncul karena hari idul fitri mengikuti kalender Hijriah yang berbeda dengan sistem kalender Masehi yang dipakai oleh umumnya negara di dunia, dimana hari Idul Fitri akan bergeser dari tahun ke tahun. Hal ini akan menyulitkan universitas yang harus membuat jadwal/kalender akademik di awal tahun ajaran atau satu tahun sebelum Idul Fitri dilaksanakan. Akan tetapi, mestinya hal ini bisa dibicarakan bersama dengan pihak universitas, karena di negara penjunjung demokrasi ini, segala masalah bisa dicari penyelesaiaannya. Bahkan secara parsial dan individual, banyak lecturer (dosen) atau supervisor (pembimbing tesis atau disertasi) yang memahami idul fitri dan memberikan kelonggaran kepada mahasiswa muslim di hari idul Fitri.
Pelaksanaan sholat Ied di Belanda, biasanya dilaksanakan di masjid Turki atau Maroko. Dengan banyaknya warga negara Indonesia di Belanda, menjadi satu hal yang agak ironis juga ketika tidak ada masjid Indonesia di Belanda terutama dengan terbatasnya jumlah masjid di Belanda. Setelah sholat Idul Fitri, warga Indonesia yang melaksanakan sholat Idul Fitri di masjig Al Hikmah Den Haag biasanya akan melanjutkan acara halal bihalal dan silaturahmi di kediaman Duta Besar RI untuk Belanda di daerah Wassenar. Acara ini sekaligus sebagai acara open house bagi warga Indonesia di Belanda , bahkan warga Indonesia yang ada di Jerman dan negara di sekitar Belanda juga menyempatkan diri hadir. Dengan hidangan lontong opor, disantap bersama dalam suasana kekeluargaan oleh semua yang hadir dari seluruh penjuru Belanda, menjadi pengobat rindu buat yang jauh dari tanah air. Muslim dan nonmuslim berbaur, saling memaafkan.
Kebersamaan memang baru akan terasa ketika seseorang jauh dari lingkungan asalnya. Dan yang pasti, ramadhan dan idul fitri di Belanda tetap menjadi momen yang indah meskipun jauh dari orang-orang terkasih.

1 komentar:

Andhy Romdani mengatakan...

Assalamualaikum,

Salam kenal buat Mbak Ari,

Saya Andhy Romdani. Seorang yang sedang merintis menjadi penulis yang baik.

Mau tanya, Mbak sekarang di Belanda?

Rencana tahun depan saya hendak ke Belanda. Ini sedang mengurus paspor dan visa.

Intinya saya ingin bekerja di Belanda. Tapi untuk mengurus visa harus ada sponsor ya, Mbak?

Mohon saya diberi informasi Mbak

Oya, sebagai informasi, saya pernah bekerja sebagai editor novel di Penerbit Mizan, juga kontraktor di Wijaya Karya.

Makasih banget ya Mbak

Andhy Romdani

www.andhysmarty.multiply.com